Kualitas udara merupakan faktor penentu dalam mendukung kesehatan seseorang. Udara yang kita hirup jika mengandung zat-zat polutan akan sangat membahayakan kesehatan, menempatkan tubuh pada risiko penyakit berbahaya seperti asma, stroke, hingga kanker.

Kualitas udara yang buruk dengan tingginya zat polutan yang terkandung di dalamnya ini turut menyumbang dalam angka kematian dini di dunia. Menurut data dari WHO, sebanyak 88% dari total kasus kematian dini di negara dengan pendapatan rendah dan menengah di dunia terjadi akibat kualitas udara yang buruk. Di perkotaan khususnya pada negara berkembang, polusi udara kian meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini dapat disebabkan oleh banyak faktor, seperti tingginya kegiatan industri, padatnya volume kendaraan bermotor, atau kurangnya ruang terbuka hijau (RTH).

Di negara berkembang di mana kegiatan industri banyak dilakukan, contohnya di Indonesia sendiri, perlu dilakukan pemantauan aktivitas sektor industri dan transportasi yang efektif. Hal ini penting untuk menjaga kualitas udara agar tidak tercemar dengan emisi gas seperti CO dan ozon yang sangat berbahaya bagi kesehatan. Kandungan ozon di udara jika terhirup masuk ke tubuh akan menyebabkan iritasi pada mata dan hidung, batuk, sakit kepala, hingga rusaknya fungsi paru-paru. Sementara itu, karbon monoksida atau CO jika mencemari lingkungan dengan kadar tinggi dapat menaruh manusia pada risiko kematian. Pasalnya, gas CO mampu mengikat hemoglobin dalam darah sehingga mengganggu pengikatan oksigen. Jika dihirup, seseorang dapat merasakan sakit kepala, pusing, lemas dan mual.

Tidak hanya disebabkan oleh pencemaran udara dari sektor transportasi dan industri, memburuknya kesehatan pernapasan juga bisa didapat dari tingginya indoor smoke di perkotaan. WHO menyebutkan, sebanyak tiga juta orang yang masak menggunakan bahan bakar biomassa dan batubara dalam dapur rumah mereka berisiko mengalami risiko kesehatan serius .