Jakarta, 14 September 2019 – Dalam rangka bulan Kepedulian terhadap Kanker Prostat setiap September, Yayasan Kanker Indonesia (YKI) menyelenggarakan Seminar Awam tentang Kanker Prostat terhadap lebih dari 100 penyintas, penderita dan keluarga pasien kanker khususnya kanker prostat, bertempat di Aula Sasana Marsudi Husada YKI Lebak Bulus. Seminar ini menghadirkan pembicara Ketua Umum YKI, Prof. Dr. dr. Aru Sudoyo, SpPD, KHOM, FINASIM, FACP; pakar urologi, dr. Abdur Rahman, SpU(K); serta ahli nutrisi Dr. dr. Fiastuti Witjaksono, SpGK(K).
Kanker prostat merupakan kanker ketiga paling mematikan bagi pria di Indonesia setelah kanker paru dan kanker kolorektal. Risiko kanker prostat meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Sekitar dua dari tiga laki-laki yang terkena kanker prostat berusia lebih dari 65 tahun. Tidak seperti jenis kanker lainnya, kanker prostat tumbuh perlahan, sehingga banyak pasien merasakan tidak ada gejala meski mengidap kanker tersebut.
Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia, Prof. Dr. dr. Aru Sudoyo, SpPD, KHOM, FINASIM, FACP mengatakan, "Kanker prostat perlu diwaspadai setiap laki-laki diatas usia 50 tahun sebab biasanya tidak memperlihatkan gejala khusus. Jika laki-laki mengalami hambatan pada kelancaran buang air seni, darah dalam air mani, hingga nyeri tulang, ini dapat menandakan sebagai gejala kanker prostat yang harus diwaspadai untuk segera melakukan skrining kanker prostat."
Faktor-faktor penyebab kanker prostat banyak terkait dengan meningkatnya usia, riwayat keluarga –khususnya laki-laki yang orangtuanya terkena kanker prostat, pola mengonsumsi makanan berlemak tinggi dengan sedikit makan buah-buahan ataupun sayuran, kurangnya terkena paparan sinar matahari, hingga akibat terpapar logam berat.
Prostat merupakan kelenjar seukuran kelereng yang hanya ditemukan pada laki-laki, terletak dibawah kandung kemih dan mengelilingi saluran kencing, yaitu saluran yang membawa urin melalui penis. Prostat menjadikan cairan menjadi semacam semen. Prostat tumbuh seiring dengan bertambahnya usia, biasanya tanpa masalah.
Sebagian laki-laki mengalami prostat yang membesar sehingga menekan saluran kencing. Akibatnya, aktivitas membuang air seni menjadi sulit dan menyebabkan hiperplasia prostat jinak (BPH). Contoh gejala BPH adalah sering buang air seni saat malam hari; buang air seni tidak lancar; merasa buang air seni tidak tuntas.
“Jika terjadi prostatitis dimana prostat mengalami inflamasi, penderita mengalami rasa nyeri saat buang air seni atau ejakulasi, demam dan menggigil, nyeri di panggul, merasa sering harus buang air kecil, dan urin yang keruh. Maka segeralah berkonsultasi ke dokter,” ujar Prof. Aru Sudoyo.
Kanker prostat berpotensi menjadi beban yang berkepanjangan, sejak diagnosa dilakukan, selama kanker tumbuh, serta dampak akibat perawatan yang dilakukan, dan terhadap kualitas hidup. Dampak terhadap kualitas hidup juga dipengaruhi oleh beban ekonomi karena adanya biaya perawatan, biaya paliatif, hingga sistem perawatan penopang paliatif.
Dalam kasus kanker prostat, pada stadium awal yang berisiko rendah, pasien umumnya memiliki pilihan perawatan meliputi observasi atau mengawasi kondisi tanpa perawatan medis, operasi, atau radiasi. Namun pasien dengan kanker prostat stadium lanjut membutuhkan perawatan lebih untuk mengurangi gejala dan meningkatkan harapan hidup.
"Diagnosa yang akurat menjadi sangat penting untuk mengetahui tipe serta stadium kanker pasien, sehingga rencana perawatan yang optimal dapat diberikan sesuai kondisi yang ada, apakah dalam bentuk perawatan radiasi, operasi atau tindakan lainnya," jelas Prof. Aru Sudoyo.
Saat ini terdapat pilihan perawatan untuk kanker prostat stadium lanjut, termasuk terapi hormon untuk menurunkan tingkat hormon pasien pria, kemoterapi, imunoterapi dan terapi target radiasi tulang. Beberapa studi mengungkapkan bahwa pendekatan multidisiplin berkontribusi terhadap rencana perawatan yang optimal dalam penanganan kanker.
Melihat berbagai beban yang harus diemban penderita, upaya mencegah kanker prostat dapat dilakukan dengan banyak mengonsumsi makanan rendah lemak, dan lebih banyak makan buah-buahan dan sayuran, khususnya yang mengandung anti-oksidan, serta berolah raga yang cukup,” imbuh Prof. Aru Sudoyo.