YKI Pusat Jalan Sam Ratulangi no 35, Menteng, Jakarta

Hotline Donasi: (021) 3152603 | Apotek : (021) 3920568 | Sekretariat: (021) 3152603

Donasi Berikan bantuan untuk saudara kita sekarang

Artikel dan Berita

Artikel Image 64

Meningkatkan Kerjasama Efektif dengan Program yang Berdaya Guna untuk Penanggulangan Kanker

Posted on Mon, 29.07.2019

Jakarta, 26 Juli 2019 – Sebanyak lebih dari 200 perwakilan dari Yayasan Kanker Indonesia Pusat dan Cabang seluruh Indonesia berkumpul pada Rapat Koordinasi Nasional (RAKORNAS) 2019 YKI lima-tahunan di Ballroom Hotel Borobudur Jakarta pada 24-26 Juli 2019, guna merumuskan penanggulangan kanker kedepannya di Indonesia secara efektif dan berdaya guna.

Mengacu pada data…

Selengkapnya >>
  • Artikel Image 64

    Meningkatkan Kerjasama Efektif dengan Program yang Berdaya Guna untuk Penanggulangan Kanker

    Posted on Mon, 29.07.2019

    Jakarta, 26 Juli 2019 – Sebanyak lebih dari 200 perwakilan dari Yayasan Kanker Indonesia Pusat dan Cabang seluruh Indonesia berkumpul pada Rapat Koordinasi Nasional (RAKORNAS) 2019 YKI lima-tahunan di Ballroom Hotel Borobudur Jakarta pada 24-26 Juli 2019, guna merumuskan penanggulangan kanker kedepannya di Indonesia secara efektif dan berdaya guna.

    Mengacu pada data Globocan dimana pada tahun 2018 terdapat 18,1 juta kasus baru dengan angka kematian sebesar 9,6 juta kematian atau setara dengan 1 dari 5 laki-laki dan 1 dari 6 perempuan di dunia mengalami kejadian kanker. Data tersebut juga menyatakan 1 dari 8 laki-laki dan 1 dari 11 perempuan, meninggal karena kanker.

    Adapun angka kejadian penyakit kanker di Indonesia sebanyak 136,2 per 100.000 penduduk, dengan kejadian kanker tertinggi di Indonesia untuk laki laki adalah kanker paru yaitu sebesar 19,4 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 10,9 per 100.000 penduduk, yang diikuti dengan kanker hati sebesar 12,4 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 7,6 per 100.000 penduduk. Sedangkan angka kejadian untuk perempuan yang tertinggi adalah kanker payudara yaitu sebesar 42,1 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 17 per 100.000 penduduk yang diikuti kanker leher rahim sebesar 23,4 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 13,9 per 100.000 penduduk.

    Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr. dr. Nila Djuwita F. Moeloek, Sp.M(K) dalam sambutan pembukaan Rakornas 2019 YKI menyampaikan, “Melalui Rakornas 2019 YKI, diharapkan dapat mempererat kerjasama dan koordinasi antara Pemerintah dengan YKI untuk melakukan program-program peningkatan pengetahuan dan kewaspadaan akan pentingnya deteksi dini serta mengubah perilaku masyarakat. Hal ini sejalan dengan data WHO yang menyatakan 43% kanker dapat dicegah dengan cara deteksi dan hindari faktor risiko.”

    Sementara itu, Ketua Umum YKI Pusat Prof. Dr. dr. Aru Sudoyo, SpPD, KHOM, FACP juga menekankan akan pentingnya kerjasama antara YKI Pusat dan YKI Cabang serta dengan para pemangku kepentingan di seluruh Indonesia, terutama Pemerintah, dalam penanggulangan kanker secara lebih efektif dan berdaya guna mengingat kejadian kanker yang meningkat pesat di Indonesia.

    Sebelum dimulainya Rakornas 2019 YKI, Menkes Prof. Nila Moeloek menyampaikan harapannya kepada YKI untuk turut berkontribusi dalam pembangunan kesehatan dengan pemikiran kreatif dan inovatif; membangun pemahaman publik tentang hidup sehat; meningkatkan kompetensi kesehatan masyarakat; mewujudkan pelayanan kesehatan terintegrasi melalui kolaborasi antar profesi; menggerakkan pemberdayaan masyarakat; serta memanfaatkan teknologi informasi untuk meningkatkan mutu pelayanan.

    Lebih lanjut Prof. Aru mengatakan, “Melalui diskusi panjang atas segala tantangan, masukan dan alternatif solusi serta paparan YKI Cabang, Rakornas 2019 YKI merumuskan untuk memperkuat segala kegiatan yang mendukung pada penanggulangan kanker yang lebih baik bagi masyarakat.”

    Rapat Koordinasi Nasional 2019 YKI menghasilkan rekomendasi langkah penanganan kanker di Indonesia, diantaranya:

    1. Pembenahan organisasi untuk meningkatkan kerjasama efektif dan berdaya guna dengan melaksanakan koordinasi dan komunikasi dua arah antara YKI dan YKI Cabang secara aktif; 

    2. Meningkatkan mutu pelayanan di Klik Utama dan Klinik Pratama YKI Pusat, menambah fungsi rumah singgah Sasana Marsudi Husada, serta meningkatkan peran serta para penyintas kanker; 

    3. Melakukan advokasi kepada Pemerintah Pusat dan Daerah untuk mengembangkan program Penanggulangan Kanker Terpadu Paripurna, terutama dearah yang belum melaksanakan, serta meningkatkan kegiatan penyuluhan tentang kanker sesuai kebutuhan masyarakat; serta pelayanan deteksi dini kanker. 

    4. Meningkatkan penelitian YKI bekerjasama dengan organisasi profesi atau yang terkait kanker; mengembangkan program pengumpulan data lapangan secara benar, tepat guna dari setiap cabang YKI; 

    5. Membangun kepercayaan calon donatur secara akuntabel, serta membuat program bulan dana YKI;

    6. Membangun dan memperkuat hubungan dengan stakeholder dengan pesan yang disampaikan secara serentak secara nasional oleh YKI Pusat dan YKI Cabang; 

    7. Membentuk dan menggiatkan unit rokok di YKI guna melalukan advokasi ke pemerintah pusat dan daerah mengenai kawasan tanpa rokok; serta edukasi bahaya merokok dan pelatihan berhenti merokok bagi penyuluh. 

    “Tantangan dalam penanggulangan kanker perlu dihadapi bersama-sama oleh setiap anggota masyarakat melalui pola hidup sehat, yaitu berat badan ideal, olah raga, pola makan sehat, yang kesemuanya dapat menurunkan risiko kanker sampai dengan 35%,” jelas Prof. Aru Sudoyo.

    -- selesai  --

     

    Tentang Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) 2019 YKI

    Saat ini, terdapat 110 YKI Cabang di seluruh Indonesia, dan untuk menyelaraskan misi penanggulangan kanker, YKI setiap 5 (lima) tahun sekali melaksanakan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) 2019.  Rakornas 2019 YKI dilaksanakan pada 24-26 Juli 2019 di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, dengan Ketua Panitia Rakornas 2019 YKI adalah drg. Sally Sudrajat; dan Ketua Tim Perumus dr. Siti Anisa Nuhonni, Sp.KFR (K).

    Adapun tujuan dari Rakornas 2019 YKI adalah untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman perihal tantangan dan solusi dalam penanganan kanker di wilayah masing-masing; membahas bidang-bidang Kerja Yayasan Kanker Indonesia untuk optimalisasi penanggulangan kanker; merumuskan dan menyelaraskan misi dan fokus penanggulangan kanker ke depannya; mempererat kerjasama efektif agar berdaya guna secara optimal dalam penanggulangan kanker; serta masyarakat luas tersosialisasi, teredukasi, serta berperan serta dalam perawatan paliatif pasien kanker.

    Pemilihan tema “Kerjasama Efektif dan Berdaya Guna” didasari pada pemikiran akan pentingnya menjalin kerjasama dalam organisasi dan antar YKI Cabang agar dapat memberikan nilai tambah terhadap kinerja yang efektif dan manfaat yang optimal dalam penanggulangan kanker di Indonesia.

     

    Selengkapnya >>
  • Artikel Image 60

    Fenomena Rokok Elektronik di Masyarakat : Ancaman atau Solusi ?

    Posted on Wed, 15.05.2019

    Jakarta, 14 Mei 2019 – Indonesia tengah diserbu fenomena baru hadirnya rokok elektronik atau yang secara umum saat ini dikenal dengan vape. Ribuan toko vape tiba-tiba menjamur dan pengguna vape menjadi sangat umum. Produk baru ini disebut-sebut aman dibanding rokok konvensional dan bahkan bisa menjadi solusi berhenti merokok. Untuk meluruskan pemahaman ini, hari ini organisasi profesi kesehatan mengemukakan perspektifnya agar masyarakat mendapat informasi yang benar tentang rokok elektronik.

    WHO menyebutkan, peredaran rokok elektronik secara global saat ini tengah melambung. Peredarannya tersebar luas terutama di negara-negara berkembang, terutama di kalangan anak-anak dan remaja.

    Di Indonesia, ditemukan kasus anak-anak sekolah dasar mengonsumsi vape di sekolah. Peminat rokok elektronik secara dahsyat meningkat tajam yang diindikasikan dengan menjamurnya para penjual vape, baik di gerai-gerai maupun di toko online (BPOM, 2018). Mendapatnya sangat mudah dan tidak ada regulasi apapun yang mengaturnya kecuali pengenaan cukai 57% yang justru melegalisasi produk yang belum jelas keamanannya ini.

    Dalam berbagai kesempatan, para penjual dan produsen vape berkampanye menyebutkan produk ini lebih aman karena tidak mengeluarkan asap dan tidak beracun, serta sangat menganjurkan para perokok konvensional untuk pindah ke rokok elektronik untuk membantu berhenti merokok. Sayangnya, masyarakat tidak mendapat referensi untuk mengetahui fakta-fakta di balik informasi- informasi tersebut. Pemerintah juga belum membuat pernyataan yang tegas mengenai produk ini sebagai panduan kepada masyarakat dalam pemakaiannya.

    Dalam konferensi pers yang melibatkan tiga belas organisasi profesi kesehatan dan lembaga masyarakat diungkapkan bahwa rokok elektronik sama sekali bukan tidak berbahaya dan tetap mengandung bahan-bahan kimia yang memiliki dampak kesehatan.

    Seperti yang disampaikan Ketua Pokja Masalah Rokok PDPI dr Feni Fitriani Sp.P(K) dalam pengantar, “Rokok elektronik mengandung nikotin, bahan karsinogen/menyebabkan kanker (seperti propylene glycol, gliserol, formaldehid, nitrosamin dll) dan bahan toksik lain (seperti logam/heavy metals, silikat, nanopartikel dan particulate matter) yang merangsang iritasi dan peradangan serta menimbulkan kerusakan sel. Oleh karena itu, rokok elektronik berpotensi menimbulkan adiksi, meningkatkan risiko kanker, dan risiko kesehatan lainnya pada manusia.”

    Pernyataan tersebut disepakati oleh ahli kesehatan lainnya yang hadir dalam konferensi pers di Kantor PB Ikatan Dokter Indonesia, Jakarta, ini. Seperti yang disebutkan Ketua Umum PB Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Dr Sally Aman Nasution, SpPD-KKV, “Rokok elektronik memiliki substansi yang bersifat karsinogenesis sehingga memiliki risiko perubahan sel dan mencetuskan timbulnya beberapa kanker tertentu, seperti: kanker paru, mulut dan tenggorokan, dan juga gangguan di bidang pencernaan, sistem imun, dan timbulnya trombosis.”

    Senada dengan pendapat di atas, Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Dr. DR. Agus Dwi Susanto Sp.P(K), FAPSR, FISR, mengungkapkan, “Berbagai penelitian menunjukkan dampak rokok elektrik pada sistem paru dan pernapasan, seperti peningkatan peradangan/inflamasi, kerusakan epitel, kerusakan sel, menurunkan sistem imunitas lokal paru dan saluran napas, peningkatan hipersensitif saluran napas, risiko asma dan emfisema dan risiko kanker paru. Beberapa penelitian di populasi juga menunjukkan bahwa rokok elektrik menyebabkan iritasi saluran napas, meningkatkan gejala pernapasan, risiko bronkitis, asma serta risiko penyakit bronkiolitis obliterans dan infeksi paru.”

    Dr. dr. Erlina Burhan, MSc, SpP(K) dan Dr. dr. Anna Rozaliyani, MBiomed, SpP dari Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI) menambahkan, “Terdapat 7x1011 zat radikal per-hirup rokok elektronik yang akan meningkatkan stres oksidatif dan memiliki efek pengubah status imun yang mirip dengan rokok reguler. Kandungan zat berbahaya dalam rokok elektronik, antara lain nikotin, dapat mengubah ekspresi beberapa gen, salah satunya ICAM-4 yang dapat meningkatkan penempelan bakteri TB. Kondisi tersebut membuat perokok berisiko 2x lipat untuk terinfeksi dan mati karena TB dibandingkan bukan perokok!”

    Mengenai anggapan bahwa rokok elektronik dapat menjadi alat bantu berhenti merokok, Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) menolaknya. Disebutkan bahwa alih-alih berhenti merokok, berbagai penelitian di beberapa negara menunjukkan DUAL users rokok elektronik dan rokok konvensional. Sebagai contoh, Polandia, dari 30% remaja 15-19 th yang mengonsumsi rokok elektronik tahun 2013-2014, 72,4%nya adalah dual users. Studi UHAMKA pada remaja SMA di Jakrata tahun 2018 menemukan dari 11,8% perokok elektronik dimana 51%nya DUAL users. Ketua Umum PDPI, dr. Agus kembali menambahkan bahwa WHO dalam konferensi WHO Framework Convention On Tobacco Control tahun 2014 juga menyimpulkan bahwa tidak ada cukup bukti yang menyatakan rokok elektronik dapat membantu seseorang untuk berhenti merokok.

    Sementara itu, beredarnya penelitian tentang keamanan rokok elektronik terhadap kesehatan mulut dan gigi juga harus dipertanyakan. Sebab menurut Dr. drg. Didi Nugroho Santosa, MSc, Komisi Obat, Material, dan Alat Kedokteran Gigi Persatuan Dokter Gigi Indonesia, “Berdasarkan beberapa penelitian, rokok elektronik ternyata tetap berpengaruh negatif pada sel mukosa mulut dan tidak terbukti bahwa rokok elektronik merupakan cara yg tepat untuk menghentikan kebiasaan merokok konvensional.”

    Dalam konferensi pers hari ini, IAKMI juga mengingatkan untuk berhati-hati pada kampanye penggunaan rokok elektronik karena industri rokok konvensional justru berada di baliknya. British American Tobacco mengintegrasikan rokok elektronik ke dalam bisnis rokok konvensionalnya dengan menginvestasikan USD 1 Miliar dollar untuk pengembangan, mematok target pemasukan > 1 juta Pound (USD 1,79M) tahun 2018 dan > 5 juta Pound tahun 2022. Philip Morris (PMI) mendanai Foundation for Smoke Free World (FSFW) dengan tujuan menghentikan orang merokok dan memberikan dana penelitian untuk menambah bukti ilmiah. Bersamaan dengan pemasaran rokok konvensional, PMI juga memasarkan produk tembakau yang dipanaskan bernama IQOS.

    “Indonesia perlu mengambil sikap kehati-hatian. Dengan belum cukupnya bukti ilmiah tentang safety dan efficacy sebagai alat berhenti merokok karena waktu yang masih terlalu pendek, indonesia perlu mewaspadai klaim kesehatan yang menjebak,” jelas dr. Widyastuti Soerojo, IAKMI.

    Dr. Wahyuni Indawati, Sp.A(K) dari Ikatan Dokter Anak Indonesia mengungkapkan bahwa saat ini anak-anak adalah target utama produk ini. “Anak-anak selalu menjadi korban dan saatnya kita harus melindungi mereka dengan membuat aturan yang ketat mengenai promosi dan penjualannya. Mereka dibuat terlena oleh berbagai wangi buah dan permen, sehingga mereka tidak sadar dibuat sakit karena bahan-bakan kimia dan dibuat kecanduan oleh nikotin di dalamnya.”

    dr. Adhi Wibowo Nurhidayat, SpKJ(K), MPH dari Institute of Mental Health, Addiction, and Neuroscience (IMAN) mengingatkan bahwa rokok elektronik membuat penggunanya adiksi terhadap nikotin cair yang ada di dalamnya. Rokok elektronik juga menjadi cara masuk baru beragam jenis narkoba. Penelitian yang dilakukan oleh Blundell dkk (QJM, 2018) menunjukkan dari 861 responden yang diteliti, 39,5 persen menggunakan rokok elektronik untuk menghisap narkoba, baik narkoba tradisional (ganja, kokain, heroin) maupun narkoba jenis baru (ganja sintetis, katinona sintetis).

    Karena itu, dalam kesempatan ini, para dokter dari ahli kesehatan dan lembaga masyarakat juga memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk melarang peredaran rokok elektronik sampai kepastian keamanannya. “Melihat berbagai kerugian yang ditimbulkan oleh pemakaian rokok elektronik, kami menghimbau masyarakat Indonesia untuk tidak menggunakan rokok elektronik dan mengharapkan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan, mengambil keputusan yang tegas demi melindungi rakyat Indonesia dan mencegah terulang kembali eksploitasi industri rokok dalam produk yang berbeda dengan isi yang sama, yaitu zat adiktif nikotin,” tegas Dr. Daeng M Faqih, SH MH Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, seraya menutup acara.

    Selengkapnya >>
  • Artikel Image 57

    Pemberitahuan Penelitian YKI

    Posted on Tue, 14.05.2019

    PEMBERITAHUAN

     

    Kepada calon peneliti yang ingin menggunkan Yayasan Kanker Indonesia (YKI) sebagai tempat penelitian, topik yang berhubungan dengan Program Kegiatan/Promosi Kanker

    Namun, Yayasan Kanker Indonesia tidak mempunyai pasien, sehingga tidak tepat jika para peneliti melakukan penelitian dengan subjek penderita kanker. 

     

    Jakarta, Maret 2019

    dr. Elisna Syahrudin, PhD.Sp.P(K)

    Ketua Penelitian dan Registrasi Kanker

     

    Selengkapnya >>
  • Artikel Image 51

    YKI Terapkan Empat Pilar Utama Penanggulanan Kanker di Indonesia

    Posted on Fri, 02.11.2018

    Jakarta, 31 Oktober 2018 – Pada tanggal 1 sampai 4 Oktober 2018 telah berlangsung World Cancer Congress 2018 (WCC) di Kuala Lumpur, Malaysia, yang menghasilkan resolusi bagi Yayasan Kanker Indonesia untuk menerapkan empat pilar utama penanggulangan kanker di Indonesia.

    WCC merupakan konperensi tingkat internasional yang diakui dan mendorong adanya pertukaran pengetahuan secara efektif dan praktik-praktik terbaik diantara 3.500 pakar kesehatan dan pakar pengendalian kanker dunia. Tujuan dari WCC adalah untuk memperkuat aksi dan dampak komunitas kanker pada skala nasional, regional dan internasional melalui program edukasi yang mencakup seluruh hal terkait kanker, mulai dari pencegahan hingga perawatan paliatif.

    Penanggulangan kanker menjadi sangat penting di Indonesia. Menurut WHO jumlah pengidap kanker tiap tahun bertambah 7 juta orang, dan dua per tiga diantaranya berada di negara-negara yang sedang berkembang. Di Indonesia, kanker menjadi masalah kesehatan yang perlu diwaspadai. Tiap tahun diperkirakan terdapat 100 kasus baru per 100.000 penduduk. Menurut data GLOBOCAN 2018, dengan populasi Indonesia yang lebih dari 260 juta, terdapat hampir 350.000 kasus kanker baru dan lebih dari 207.000 kematian.  Sementara jumlah prevalensi selama 5 tahun adalah sebesar 775.000+ kasus. Adapun menurut WHO (2003) di negara-negara berkembang kasus kanker meningkat secara tajam yaitu lebih dari 50%, dari 10 juta kasus pada tahun 2000 menjadi 16 juta pada tahun 2020.

    Prof. Dr. dr. Aru Sudoyo, SpPD, KHOM, FACP selaku Ketua Umum YKI menjelaskan, “Meningkatnya kasus kanker secara drastis patut menjadi perhatian segenap masyarakat. Yayasan Kanker Indonesia mempunyai visi untuk meningkatkan pemahaman dan kepedulian terhadap penyakit kanker, dan menjalankan misi untuk melakukan segala upaya peningkatan pemahaman publik melalui program sosialisasi tentang pentingnya pencegahan kanker, dan melakukan kegiatan pendukung yang menekankan pada pentingnya deteksi dini kanker mengingat kanker dapat disembuhkan jika ditemukan pada stadium dini.”

    Sementara perawatan terhadap pasien kanker harus terus diperhatikan dari sisi kualitas dan aksesibilitas, perawatan paliatif-pun merupakan suatu cara untuk meringankan atau mengurangi penderitaan. Perawatan paliatif sekarang sudah menjadi bagian integral dari pendekatan terapetik terhadap pasien tidak menular seperti kanker.

    Perawatan paliatif membantu seorang penderita kanker untuk hidup lebih nyaman sehingga memiliki kualitas hidup yang lebih baik sebagai kebutuhan manusiawi dan hak asasi bagi penderita penyakit yang sulit disembuhkan atau sudah berada pada stadium lanjut.

    “Sebagai anggota aktif dari The Union for International Cancer Control atau UICC dalam World Cancer Congress 2018, Yayasan Kanker Indonesia mencatat empat pilar penanggulangan kanker yang pelaksanaannya perlu didukung oleh kebijakan-kebijakan yang dapat mempercepat terciptanya Perawatan Bagi Semua Orang atau Treatment for All,” ujar Prof. Aru Sudoyo.

    Keempat pilar penanggulangan kanker adalah: (1) data kanker yang lebih akurat untuk kebutuhan kesehatan publik; (2) akses terhadap deteksi dini dan diagnosa; (3) perawatan tepat waktu dan akurat; (4) perawatan suportif dan paliatif.

    Pilar pertama perlu didukung kemampuan dan kesungguhan dalam melaksanakan riset yang mendalam secara konsisten. Pilar kedua menjadi penting mengingat kondisi yang ditemukan adalah bahwa hampir sebagian penyakit kanker ditemukan pada stadium lanjut, sehingga angka kesembuhan dan angka harapan hidup pasien kanker belum seperti yang diharapkan meskipun tata laksana kanker telah berkembang dengan pesat.  

    “Catatan yang perlu mendapat perhatian pada pilar ketiga dan keempat yaitu peran nutrisi. Nutrisi merupakan faktor esensial dalam pengobatan pasien kanker. Peran nutrisi dalam melindungi pasien kanker sangat menentukan efektif atau tidaknya terapi kemo atau radiasi secara maksimal, mengingat keberhasilan terapi sangat berhubungan dengan kondisi imunitas pasien yang erat kaitannya dengan peran nutrisi. Strategi “Cancer Starvation” melalui diet menghindari gula, daging merah dan produk-produk yang mengandung susu, perlu diterapkan dan menggantinya dengan berbagai produk yang mengandung selenium , zinc, magnesium, vitamin-vitamin dan antioksidan,” jelas Prof. Aru Sudoyo.

    Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia perlu memberikan dukungan terhadap perawatan paliatif agar pasien kanker memiliki kualitas hidup yang lebih baik, khususnya dengan melibatkan pemerintah untuk menerapkan ‘Kebijakan Perawatan Paliatif Nasional’, termasuk melengkapi Program Paliatif Andalan dengan Terapi Nutrisi; membangun koalisi advokasi untuk mendukung peningkatan perawatan suportif dan paliatif kanker; dan meningkatkan pemahaman masyarakat dan praktisi kesehatan akan tanda-tanda dan gejala-gejala kanker untuk melakukan deteksi dini dan rujukan yang tepat waktu, sehingga dapat mengurangi permintaan terhadap perawatan paliatif di Indonesia.

    Yayasan Kanker Indonesia telah mengadakan program perawatan paliatif di rumah sejak tahun 1995 yang berlokasi di Yayasan Kanker Indonesia Lebak Bulus, Jakarta. YKI memiliki potensi sumber daya manusia dan memiliki hubungan baik dengan organisasi profesi kesehatan lainnya untuk memberikan program pelatihan perawatan paliatif untuk pasien kanker perawatan di rumah.

    Terkait dengan hal tersebut, Yayasan Kanker Indonesia terus melakukan pengembangan program perawatan paliatif di YKI Cabang yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Sepanjang tahun 2017, YKI telah melaksanakan kegiatan pelatihan di beberapa cabang YKI, yakni Kupang, Palembang, Makassar dan Bandung. Sedangkan di tahun 2018 YKI berencana melaksanakan kegiatan pelatihan di Semarang, Jakarta, Tanjung Pinang – Kepulauan Riau, dan Lampung.

    Selengkapnya >>
  • Artikel Image 50

    Penyerahan Donasi Program Peduli Kanker Indomaret

    Posted on Thu, 01.11.2018

    Yayasan Kanker Indonesia mengucapkan terima kasih kepada Indomaret yang sudah melakukan pengumpulan donasi dalam Program Peduli Kanker dan telah melakukan proses penyerahan hasil donasi sebesar Rp. 4.309.973.129 pada 30 oktober 2018 kepada Yayasan Kanker Indonesia. Bantuan dana tersebut akan disalurkan untuk pembangunan rumah singgah bagi penderita kanker di Rumah Singgah Sasana Marsudi Husada -Jakarta, dan pengadaan mobil khusus untuk operasional dan antar jemput pasien kanker di Bandung.

    Salam sejahtera dari kami selaku penerima donasi untuk seluruh pelanggan Indomaret yang sudah berpartisipasi dalam program ini.

    Selengkapnya >>
  • Artikel Image 48

    Pentingnya Menjaga Kualitas Hidup Pasien dan Modalitas Terapi Kanker Tiroid

    Posted on Wed, 10.10.2018

    JAKARTA, 10 Oktober 2018 – Yayasan Kanker Indonesia  (YKI) pada hari Selasa, 9 Oktober 2018 menggelar diskusi ilmiah bertajuk “Pentingnya Peningkatan Kualitas Hidup” dan “Perlunya penangangan yang tepat dengan berbagai modalitas Terapi Kanker Tiroid” berlangsung di Sasana Marsudi Husada, YKI Lebak Bulus.

    Diskusi ilmiah bertema Kanker Tiroid menghadirkan Ketua Umum YKI Prof. DR. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, SpPD, KHOM, FACP yang membawakan makalah mengenai “Terapi Sistemik pada Pasien Kanker Tiroid”; Dr. Hapsari Indrawati, SpKN dengan topik “Ablasi pada Pasien Kanker Tiroid dan Bagaimana mengatasi gejala Hipotiroid” dan DR. dr. Sonar S. Panigoro dengan topik “Peran Pembedahan pada Kanker Tiroid”, dengan lebih dari 100 penyintas kanker tiroid sebagai peserta.

    Ketua Umum YKI Prof. DR. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, SpPD, KHOM, FACP menyampaikan, “Gaya hidup sehat merupakan kunci terhadap pencegahan terkena kanker tiroid yang lebih banyak menyerang gender wanita, mereka yang terkena pajanan terhadap radiasi berkekuatan tinggi, dan sindrom genetika yang diturunkan. Jika kanker tiroid ditemukan, pengobatan yang tersedia meliputi pembedahan, yodium radioaktif, hormon tiroid, radioterapi luar, kemoterapi atau dengan terapi target atau sasaran khusus.”

    Saat seseorang terkena kanker tiroid, maka akan mengganggu hormon tiroid dan menyebabkan gangguan metabolisme tubuh. Hipertiroidisme adalah kondisi ketika kadar hormon tiroksin di dalam tubuh sangat tinggi.  Hal ini menyebabkan hiperaktifitas atau hiperiritasi, penderita menjadi tidak tahan udara panas, jantung berdetak cepat, lekas lelah dan lemah, turunnya berat badan meski nafsu makan naik, diare, poliuria atau meningkatnya buang air kecil secara berlebih, menstruasi tidak teratur, dan hilangnya libido.

    Sementara itu, hipotiroidisme adalah kondisi dimana kelenjar tiroid tidak membuat hormon tiroid dengan cukup. Tanda-tandanya tubuh lekas lelah dan lemah, kulit kering, merasa kedinginan terus, rambut rontok, sulit konsentrasi dan daya ingat berkurang, konstipasi, berat badan bertambah meski nafsu makan berkurang, suara serak, menstruasi tidak teratur, sensasi abnormal berupa kesemutan, tertusuk, atau terbakar pada kulit, gangguan pendengaran, muka sembab, turunnya refleks urat, jari tangan mengalami sensasi kesemutan, mati rasa, atau nyeri, denyut jantung dibawah 60 per menit, dan efusi pleura -penumpukan cairan diantara dua lapisan pleura yang membungkus paru-paru. 

    Lebih lanjut Prof. Aru menerangkan tentang sejumlah faktor makanan yang memicu dan dapat meningkatkan risiko kanker seperti alkohol yang dapat mempengaruhi kesehatan mulut, tekak, pangkal tenggorokan saluran kerongkongan, hati, payudara, usus besar dan dubur; sementara garam yang berlebih berpengaruh terhadap kesehatan lambung; gula yang berlebih terhadap usus besar dan dubur; daging yang dipanggang dengan arang berkemungkinan berpengaruh terhadap usus besar dan dubur; lemak total dan lemak jenuh berpengaruh terhadap kesehatan paru-paru, usus besar, dubur, payudara dan prostat.

    Adapun faktor makanan yang berhubungan dengan pengurangan risiko kanker meliputi makanan berserat yang bermanfaat bagi kesehatan kolorektal, pankreas dan payudara; asam folik untuk kesehatan serviks dan kolorektal; Vitamin D dan kalsium untuk kolorektal dan payudara; antioksidan baik yang bersifat nutrisi dan non-nutrisi dari makanan baik untuk kesehatan kolorektal, paru-paru, payudara, serviks, prostat, kerongkongan dan lambung; vitamin C yang bersumber dari makanan untuk kesehatan mulut, kerongkongan, paru-paru, lambung, pankreas dan serviks; the (flavonoids) baik untuk kesehatan paru-paru dan kolorektal; dan zat Alpha-tocopherol baik untuk paru-paru; serta isoflavon kedelai untuk kesehatan payudara. Sedangkan penyebab kanker lainnya termasuk rokok (160.000 dari 514.000 kematian karena kanker disebabkan oleh rokok); kurang berolah raga; dan obesitas.

    Sementara itu DR. dr. Sonar S. Panigoro yang membawakan topik “Peran Pembedahan pada Kanker Tiroid” mengatakan, “Penanganan tumor padat diawali dari penemuan klinis, biopsi dan imajing untuk diagnosis kanker, dilanjutkan dengan penentuan stadium, penentuan jenis pengobatan apakah dilanjutkan dengan bedah, radiasi, atau hormonal kemoterapi.  Namun berdasarkan pengalaman, sebagian besar benjolan tiroid bersifat jinak, dan hanya 10%-15% yang ganas sehingga perlu tindakan pembedahan.”

    DR. Sonar menjelaskan bahwa benjolan tiroid yang tidak ditangani pada pasien dengan riwayat radiasi leher dengan usia muda atau lanjut, benjolan dapat bertambah besar, terjadi pembesaran kelenjar getah bening leher, suara serak, dan mengalami kesulitan makan dan minum.

    Dalam pemaparan bertajuk “Ablasi pada Pasien Kanker Tiroid dan bagaimana mengatasi gejala Hipotiroid”, Dr. Hapsari Indrawati, SpKN menjelaskan bahwa menurut data American Cancer Society 2007, terdapat 33,550 kasus baru dalam kanker tiroid yang menyebabkan 1,530 kematian. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah penderita kanker tiroid terus meningkat, meski jumlah kematian akibat kanker tiroid relatif stabil.”

    Dr. Hapsari berfokus pada penjelasan mengenai terapi Radioiodine (I-131) yang sudah umum digunakan untuk menghancurkan sisa jaringan tiroid di lapang operasi pasca pembedahan tiroid total atau near-total, dimana tujuannya adalah untuk menurunkan kemungkinan kekambuhan lokal dan memperbaiki kondisi pasien dengan metastasis (penyebaran).

    Dr. Hapsari menekankan pentingnya untuk terus mengkonsumsi hormon tiroid sepanjang hidup pasien agar tidak terkena gejala hipotiroid yang dapat menyebabkan pasien lemah, bertambah berat badan, produktifitas kerja berkurang, kenaikan tingkat TSH (Thyroid Stimulating Hormone).

     

    Selengkapnya >>
  • Artikel Image 36

    Perawatan Paliatif untuk Penderita Kanker

    Posted on Mon, 10.09.2018

    Prevalensi penyakit kanker khususnya di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Dari 240 juta penduduk Indonesia, ada sekitar 240.000 penderita kanker baru tiap tahunnya. Meski pengobatan penyakit kanker sudah berkembang dengan baik, kebanyakan kasus kanker baru ditemukan setelah mencapai stadium akhir. Selain itu, para penderita kanker selalu dibayangi ketakutan bahwa kanker akan berujung pada penderitaan dan kematian. Padahal, ada harapan bagi setiap penderita kanker untuk bertahan dan menghindari sakit akibat kanker.

    Untuk menindaklanjuti hal tersebut, Yayasan Kanker Indonesia bekerjasama dengan ROICAM (The Role of Internist in Cancer Management) menyelenggarakan suatu talkshow bertema: Doctor-Patients Communication in Palliative Cancer Care, Jumat 24 Agustus 2018 di Hotel Borobudur, Jakarta. Perawatan paliatif merupakan salah satu cara merawat penderita kanker yang belum banyak dikenal masyarakat. Berasal dari kata palliate yang artinya mengurangi keparahan tanpa menghilangkan penyebab, perawatan paliatif ini diberikan pada penderita kanker untuk membantu meringankan penderitaan mereka akibat kanker yang diderita.

    Pelaksanaan perawatan paliatif berbeda dari perawatan kanker lain pada umumnya. Perawatan paliatif bukanlah suatu pengobatan untuk menyembuhkan namun meringankan penderitaan pasien kanker sebelum, saat dan setelah terapi.  Dalam perawatan ini, pasien kanker tidak lagi merasakan nyeri dan diupayakan tidak ada lagi tindakan invasif yang dapat menyakiti pasien.

    Menurut Penanggungjawab Program Paliatif Yayasan Kanker Indonesia Pusat dr. Siti Anissa Nuhonni, SpKFR(K), komunikasi merupakan kunci dari perawatan kanker ini, di mana penderita kanker akan ditangani melalui metode pendekatan terapeutik. Ini karena psikologis para penderita kanker –khususnya yang sudah mencapai stadium terminal- cenderung berubah negatif. Selain itu, ketiadaan support atau dukungan moril juga menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan psikologis penderita kanker.

    Perawatan ini pula, menurut Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia Prof.DR.Dr. Aru Wicaksono Sudoyo, Sp.PD,KHOM,FINASM,FACP, dapat meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga yang berhadapan langsung dengan penyakit tersebut, baik secara fisik, psikososial maupun spiritual. Dengan begitu, diharapkan angka kesembuhan dan harapan hidup pasien kanker dapat lebih baik.

    Yayasan Kanker Indonesia telah mengadakan perawatan paliatif di rumah sejak tahun 1995 yang berlokasi di Yayasan Kanker Indonesia Lebak Bulus, Jakarta. Di sana, YKI memiliki potensi sumber daya manusia dan memiliki hubungan baik dengan organisasi profesi kesehatan untuk memberikan program pelatihan perawatan paliatif kepada pasien kanker perawatan di rumah. Pengembangan program pun terus dilakukan, sehingga sepanjang tahun 2017-2018, YKI telah melaksanakan kegiatan pelatihan di beberapa cabang YKI di kota Kupang, Palembang, Makassar, Bandung dan Jakarta.

    Selengkapnya >>
  • Artikel Image 31

    Perawatan Paliatif Penting Untuk Tumbuhkan Harapan Pasien Kanker

    Posted on Mon, 07.05.2018

    Semarang, 6 Mei 2018 – Seiring dengan meningkatnya insiden kanker di dunia, Yayasan Kanker Indonesia Pusat dan Yayasan Kanker Indonesia Cabang Kota Semarang bersinergi dengan PT Garuda Indonesia menyelenggarakan Pelatihan Perawatan Paliatif Pasien Kanker di Rumah bagi Tenaga Kesehatan dan Tenaga Pelaku Rawat dilaksanakan di RSUP Dr. Kariadi, Semarang pada tanggal 6 – 8 Mei 2018.

    Paliatif merupakan jenis perawatan yang belum banyak dikenal di masyarakat. Paliatif berasal dari kata palliate yang berarti mengurangi keparahan tanpa menghilangkan penyebab, sehingga dapat dikatakan bahwa upaya paliatif merupakan suatu cara untuk meringankan atau mengurangi penderitaan. Perawatan paliatif sekarang sudah menjadi bagian integral dari pendekatan terapetik terhadap pasien tidak menular seperti kanker. Perawatan paliatif membantu seorang penderita kanker untuk hidup lebih nyaman sehingga memiliki kualitas hidup yang lebih baik sebagai kebutuhan manusiawi dan hak asasi bagi penderita penyakit yang sulit disembuhkan atau sudah berada pada stadium lanjut.

    Prof. Dr. dr. Aru Sudoyo, SpPD, KHOM, FACP selaku Ketua Umum YKI menjelaskan, “Pelatihan Perawatan Paliatif Pasien kanker penting untuk terus dilakukan bagi Tenaga Kesehatan dan Tenaga Pelaku Rawat, namun juga masyarakat. Perawatan Paliatif dapat meningkatkan kualitas hidup pasien, namun juga bagi keluarganya yang berhadapan langsung dengan penyakit tersebut, baik secara fisik, psikososial ataupun spiritual.”

    Menurut WHO jumlah pengidap kanker tiap tahun bertambah 7 juta orang, dan dua per tiga diantaranya berada di negara-negara yang sedang berkembang. Di Indonesia, kanker menjadi masalah kesehatan yang perlu diwaspadai. Tiap tahun diperkirakan terdapat 100 kasus baru per 100.000 penduduk. Ini berarti dari sekitar 240 juta penduduk Indonesia, ada 240.000 pengidap kanker baru setiap tahunnya.

    Kondisi yang ditemukan, hampir sebagian penyakit kanker ditemukan pada stadium lanjut, sehingga angka kesembuhan dan angka harapan hidup pasien kanker belum seperti yang diharapkan meskipun tata laksana kanker telah berkembang dengan pesat. Pasien dengan kondisi tersebut mengalami penderitaan yang memerlukan pendekatan terintegrasi berbagai disiplin ilmu agar pasien tersebut memiliki kualitas hidup yang baik dan pada akhir hayatnya meninggal secara bermartabat.

     

    Yayasan Kanker Indonesia telah mengadakan program perawatan paliatif di rumah sejak tahun 1995 yang berlokasi di Yayasan Kanker Indonesia Lebak Bulus, Jakarta. YKI memiliki potensi sumber daya manusia dan memiliki hubungan baik dengan organisasi profesi kesehatan lainnya untuk memberikan program pelatihan perawatan paliatif untuk pasien kanker perawatan di rumah.

    Terkait dengan hal tersebut, Yayasan Kanker Indonesia terus melakukan pengembangan program perawatan paliatif di YKI Cabang yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Sepanjang tahun 2017, YKI telah melaksanakan kegiatan pelatihan di beberapa cabang YKI, yakni Kupang, Palembang, Makassar dan Bandung. Sedangkan di tahun 2018 YKI berencana melaksanakan kegiatan pelatihan di Semarang, Jakarta, Samarinda, Banjarmasin, Papua, Aceh, Bandung, Yogyakarta, Padang, Kepulauan Riau, Lampung dan Ende.

    Yayasan Kanker Indonesia Pusat dan Yayasan Kanker Indonesia Cabang Semarang bersinergi dengan PT Garuda Indonesia menyelenggarakan pelatihan perawatan pasien paliatif kanker di rumah untuk tenaga kesehatan dan tenaga pelaku rawat (caregiver) pada tanggal 6 – 8 Mei 2018 di Semarang, Jawa Tengah. Tim pengajar paliatif terdiri dari dokter, perawat, dan fisioterapis. Melalui pelatihan ini diharapkan para peserta akan memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang perawatan pasien paliatif di rumah.

    Selengkapnya >>